Di tengah keramaian jalanan, dengan suara klakson
yang tak henti-henti menggetarkan banguna-bangunan yang ada disekitarnya.
Begitu pula dengan kicauan perdebatan yang ada di dalam sebuah gedung karena
sulit menentuka bendahara ekskul yang dapat memegang dan mengatur uang sebanyak
puluhan juta rupiah. Akhirnya, mereka mengambil keputusan untuk voting dan
hasil voting akan diumumkan pada esok hari.
Pada keesokan harinya, ketika ekskul, Martin
mengumumkannya dan yang terpilih adalah Viora. Semua anggota ekskul sangat
senang dan percaya padanya termasuk Martin. Viora adalah anak yang baik, ramah,
cantik, mempesona, dan tegas sehingga ia sangat disegani.
Berbulan-bulan pengurus ekskul dan
Viora bekerja sama dan mereka pun memperoleh hasil yang baik dan merasa bangga
kepada Viora. Ia pun diajak bicara oleh Sekretaris :
“Hai Viora! Kinerja kamu baik ya dan patut dicontoh!”
“Hai Viora! Kinerja kamu baik ya dan patut dicontoh!”
“Hai
Layla! Terimakasih atas apresiasinya. Kinerja kamu juga bagus kak!” sahut
Viora.
“Ah...
bisa aja kamu. Oh iya wakil ketua kita diganti sama Boby lo!” ujar Layla.
“Ha...?
Kenapa diganti dan Boby itu siapa?” tanya Viora.
“Karena
dia hanya numpang tenar doang dan Boby itu sahabatnya Martin!” tegasnya.
“Oh
gitu, oh iya aku buru-buru nih Layla. Makasih infonya ya.” kata Viona.
“Oh iya, sama-sama.” jawab Layla sambil senyum
kecil.
Hari demi hari berganti. Sully anggota
ekskul menyampaikan kepada ketua bahwa ia membutuhkan banyak bahan rajutan
untuk membuat pakaian seragam agar ekskul mereka terlihat kompak. Langsung saja
Martin menyuruh Viora berbelanja.
Sesampainya Viora disebuah toko,
ternyata ia diikuti oleh Layla. Ia pun tak tahu kehadiran Viora. Setelah
selesai membeli bahan-bahan tersebut tak tersadarkan oleh struk pembelian
terjatuh lalu Layla mengambilnya dan menyimpannya.
Ia pun langsung menyampaikannya kepada
ketua bahwa ia membelinya seharga Rp. 300.000,-. Sekejap Martin terkejut dan
berkata :
“Loh!
Kok bisa semahal ini Viora?”
“Iya,
soalnya kualitasnya sangat baik, jadi harganya sediki mahal.” ujar Viora.
“Oh
begitu... lain kali beli dengan sesuai perekonomian kita saja ya!”
“Oke,
maafkan aku ya Martin.”
“Tidak
masalah. Kamu melakukan yang terbaik.”
Keesokan harinya, Sully menyampaikan
kepada ketua bahwa bahannya masih sangat kurang dan harus dibeli lagi. Ia pun
menyuruh Viora untuk membelinya. Tapi, Layla mengajak Martin untuk
membuntutinya. Bersama Boby, mereka juga melihat Viora menjatuhkan struk
pembelian bahan rajutan dan mereka bergegas ke sekolah.
Sesampai di sekolah ia menyebutkan
harga pembelian sebesar Rp. 400.000,-.
“Kenapa
mahal? Kan dibilang sesuai perekonomian kita!” tegas Martin.
“Yah...
katanya mereka kehabisan stok untuk kualitas sedang.” jawab Viora.
“Serius
kamu?” ujar Boby terheran.
“Buat
apa sih aku bohongi kamu?” jawab Viona.
“Pembohong!
Ternyata kamu selama ini korupsi!” ucap Layla.
“Maksud
kamu apa? Aku gak ngerti.” Jawab Viora dengan hati berdebar kencang.
“Udah
deh ngaku aja! Kami membuntutimu dengan mengambil struk yang jatuh.” tegas
Layla.
“Ha?
Ti....tidak mungkin.....” jawab Viora tergagap-gagap.
“Dasar
korupsi! Kamu itu dipercayain semua orang tau gak!” bentak Layla.
“Mending
kamu keluar dari ruangan ini!” perintah Martin dengan marah.
Lalu semua pengurus ekskul berkumpul
membicarakan hal ini. Tiba-tiba....
“Bam...!”
suara pintu terbanting. Lalu Viora menyerahkan buku dan uang serta berkata:
“Ini
uang kas ekskul! Kekurangannya pasti ku ganti. Maaf membuat kalian kecewa.”
Semua pasti bingung, tak biasanya Viora bertingkah
seperti ini yang tak biasanya ia membanting pintu dengan tangisan yang sangat
dalam. Mereka mencoba berbicara kepada orangtuanya dan merencanakannya pada
esok hari. Mereka pun mendapatkan alamatnya melalui biodatanya dari wali
kelasnya.
Sesampai di dalam rumahnya, ibunya
langsung menceritakan bahwa ia sakit-sakitan dan butuh biaya obat. Ayah Viora
telah lama meninggal, sehingga ia bekerja berjualan gorengan. Dia juga bisa
sekolah karen a banyak memenangkan olimpiade sehingga ia mendapatkan beasiswa.
Martin, Boby, dan Layla meneteskan air matanya dan tidak memberitahu apa
maksudnya. Mereka pun pergi sambil bersalaman.
Hari berganti hari, dua hari kemudian
pengurus mulai berinisiatif meminta maaf dan memaklumi. Tiba-tiba Martin, Boby,
dan Layla melihat Viora dan memanggilnya:
“Viora...
Viora... Bisa ke sini sebentar?” panggil Layla.
“Ada
apa? Apakah aku kurang hina menjadi koruptor di depan kalian.” ucap Viora.
“Viora
maafin kami ya, sekarang kami tahu tentang hidupmu.” kata Layla sambil memeluk
Viora yang hanya menundukkan kepala dan meneteskan air mata dan berkata:
“Maafkan
aku teman-teman, maksudku melebihkan uang itu akan ku ganti demi ibuku.”
“Kami
mengerti Viora, kamu anak yang taat pada orangtua!” tegas Martin.
“Kami
gak salah memilih bendahara. Mau kan tetap jadi bendahara ekskul?” tanya Boby.
“Tapi...
aku sudah salah, apa kalian masih percaya padaku?” tanya Viora.
“Iya.
Kami tahu, itu kamu lakukan demi ibumu. Kami percaya padamu. Kamu mau kan
bendahara lagi?” ajak Martin dengan sepenuh hati.
“Baiklah
teman-teman. Terimakasih buat kepercayaannya.”
Viora tersenyum kecil dan mereka pun bersalaman.
(EventMadingPA//JansenXIPMS1)