Jumat, 29 September 2017

Ku Lakukan Demi Kehidupan



Di tengah keramaian jalanan, dengan suara klakson yang tak henti-henti menggetarkan banguna-bangunan yang ada disekitarnya. Begitu pula dengan kicauan perdebatan yang ada di dalam sebuah gedung karena sulit menentuka bendahara ekskul yang dapat memegang dan mengatur uang sebanyak puluhan juta rupiah. Akhirnya, mereka mengambil keputusan untuk voting dan hasil voting akan diumumkan pada esok hari.
Pada keesokan harinya, ketika ekskul, Martin mengumumkannya dan yang terpilih adalah Viora. Semua anggota ekskul sangat senang dan percaya padanya termasuk Martin. Viora adalah anak yang baik, ramah, cantik, mempesona, dan tegas sehingga ia sangat disegani.
          Berbulan-bulan pengurus ekskul dan Viora bekerja sama dan mereka pun memperoleh hasil yang baik dan merasa bangga kepada Viora. Ia pun diajak bicara oleh Sekretaris :
“Hai Viora! Kinerja kamu baik ya dan patut dicontoh!”
“Hai Layla! Terimakasih atas apresiasinya. Kinerja kamu juga bagus kak!” sahut Viora.
“Ah... bisa aja kamu. Oh iya wakil ketua kita diganti sama Boby lo!” ujar Layla.
“Ha...? Kenapa diganti dan Boby itu siapa?” tanya Viora.
“Karena dia hanya numpang tenar doang dan Boby itu sahabatnya Martin!” tegasnya.
“Oh gitu, oh iya aku buru-buru nih Layla. Makasih infonya ya.” kata Viona.
“Oh iya, sama-sama.” jawab Layla sambil senyum kecil.
          Hari demi hari berganti. Sully anggota ekskul menyampaikan kepada ketua bahwa ia membutuhkan banyak bahan rajutan untuk membuat pakaian seragam agar ekskul mereka terlihat kompak. Langsung saja Martin menyuruh Viora berbelanja.
          Sesampainya Viora disebuah toko, ternyata ia diikuti oleh Layla. Ia pun tak tahu kehadiran Viora. Setelah selesai membeli bahan-bahan tersebut tak tersadarkan oleh struk pembelian terjatuh lalu Layla mengambilnya dan menyimpannya.
          Ia pun langsung menyampaikannya kepada ketua bahwa ia membelinya seharga Rp. 300.000,-. Sekejap Martin terkejut dan berkata :
“Loh! Kok bisa semahal ini Viora?”
“Iya, soalnya kualitasnya sangat baik, jadi harganya sediki mahal.” ujar Viora.
“Oh begitu... lain kali beli dengan sesuai perekonomian  kita saja ya!”
“Oke, maafkan aku ya Martin.”
“Tidak masalah. Kamu melakukan yang terbaik.”
          Keesokan harinya, Sully menyampaikan kepada ketua bahwa bahannya masih sangat kurang dan harus dibeli lagi. Ia pun menyuruh Viora untuk membelinya. Tapi, Layla mengajak Martin untuk membuntutinya. Bersama Boby, mereka juga melihat Viora menjatuhkan struk pembelian bahan rajutan dan mereka bergegas ke sekolah.
          Sesampai di sekolah ia menyebutkan harga pembelian sebesar Rp. 400.000,-.
“Kenapa mahal? Kan dibilang sesuai perekonomian kita!” tegas Martin.
“Yah... katanya mereka kehabisan stok untuk kualitas sedang.” jawab Viora.
“Serius kamu?” ujar Boby terheran.
“Buat apa sih aku bohongi kamu?” jawab Viona.
“Pembohong! Ternyata kamu selama ini korupsi!” ucap Layla.
“Maksud kamu apa? Aku gak ngerti.” Jawab Viora dengan hati berdebar kencang.
“Udah deh ngaku aja! Kami membuntutimu dengan mengambil struk yang jatuh.” tegas Layla.
“Ha? Ti....tidak mungkin.....” jawab Viora tergagap-gagap.
“Dasar korupsi! Kamu itu dipercayain semua orang tau gak!” bentak Layla.
“Mending kamu keluar dari ruangan ini!” perintah Martin dengan marah.
          Lalu semua pengurus ekskul berkumpul membicarakan hal ini. Tiba-tiba....
“Bam...!” suara pintu terbanting. Lalu Viora menyerahkan buku dan uang serta berkata:
“Ini uang kas ekskul! Kekurangannya pasti ku ganti. Maaf membuat kalian kecewa.”
Semua pasti bingung, tak biasanya Viora bertingkah seperti ini yang tak biasanya ia membanting pintu dengan tangisan yang sangat dalam. Mereka mencoba berbicara kepada orangtuanya dan merencanakannya pada esok hari. Mereka pun mendapatkan alamatnya melalui biodatanya dari wali kelasnya.
          Sesampai di dalam rumahnya, ibunya langsung menceritakan bahwa ia sakit-sakitan dan butuh biaya obat. Ayah Viora telah lama meninggal, sehingga ia bekerja berjualan gorengan. Dia juga bisa sekolah karen a banyak memenangkan olimpiade sehingga ia mendapatkan beasiswa. Martin, Boby, dan Layla meneteskan air matanya dan tidak memberitahu apa maksudnya. Mereka pun pergi sambil bersalaman.
          Hari berganti hari, dua hari kemudian pengurus mulai berinisiatif meminta maaf dan memaklumi. Tiba-tiba Martin, Boby, dan Layla melihat Viora dan memanggilnya:
“Viora... Viora... Bisa ke sini sebentar?” panggil Layla.
“Ada apa? Apakah aku kurang hina menjadi koruptor di depan kalian.” ucap Viora.
“Viora maafin kami ya, sekarang kami tahu tentang hidupmu.” kata Layla sambil memeluk Viora yang hanya menundukkan kepala dan meneteskan air mata dan berkata:
“Maafkan aku teman-teman, maksudku melebihkan uang itu akan ku ganti demi ibuku.”
“Kami mengerti Viora, kamu anak yang taat pada orangtua!” tegas Martin.
“Kami gak salah memilih bendahara. Mau kan tetap jadi bendahara ekskul?” tanya Boby.
“Tapi... aku sudah salah, apa kalian masih percaya padaku?” tanya Viora.
“Iya. Kami tahu, itu kamu lakukan demi ibumu. Kami percaya padamu. Kamu mau kan bendahara lagi?” ajak Martin dengan sepenuh hati.
“Baiklah teman-teman. Terimakasih buat kepercayaannya.”  Viora tersenyum kecil dan mereka pun bersalaman. (EventMadingPA//JansenXIPMS1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar