Jumat, 29 September 2017

Bukan Salah Bunda




          Di pagi hari yang cerah, gadis kecil bernama Susan tak sabar lagi untuk pergi ke hari pertama sekolah tingkat SD. Tak lupa pula, Susan sarapan pagi yang telah disiapkan bundanya. Susan pun pergi dengan menunggangi sepeda motor yang dibawa oleh bundanya.
          Sesampai di sekolah, ia berkenalan dengan beberapa teman, diantaranya Venny dan Sozo. Ia pun sangat bergembira memilik banyak teman yang membuatnya tertawa riang disetiap jamnya. Susan pun berharap mereka selalu menjadi teman akrabnya dan juga menjadi sahabatnya. Sepulang sekolah ia pun dijemput oleh ibunya.
          Sesampainya mereka dirumah, tak lupa pula ibunya mengingatkan Susan untuk meminum vitamin sambil berkata :
 “Nak, jangan lupa minum vitamin agar tubuhmu tetap sehat dan kuat.”
“Iya bunda, tapi vitamin ARV ini untuk apa sih?” jawab Susan.
“Kan tadi uda bunda bilang, vitamin ini membuat tubuhmy tetap sehat dan kuat.” ujar bunda kembali.
“Hihihi... tapi kenapa bunda juga mengonsumsinya?” tanya Susan kebingungan.
“Karena bunda juga mau dong punya badan sehat dan kuat!” jawab bunda.
“Oke bunda, Susan minum vitamin dulu ya!” sahutnya riang.
“Iya sayang, jangan lupa untuk makan siang dan belajar!”
Sembilan tahun lamanya persahabatan antara Susan, Venny dan Sozo sangat akrab. Canda tawa bersama, mengerjakan pr, bermain, menangis pun dilakukan mereka bersama. Kini itu semua akan lebih kuat karena mereka telah berseragam putih abu-abu dan sekolah di SMA terfavorit di kotanya, belum lagi mereka satu kelas di kelas unggulan.
Beberapa bulan kemudian, sekolah mereka mengadakan tes HIV. Mereka pun mulai berbincang-bincang sambil berjalan pulang.
“Jika salah satu dari kita terkena HIV, gue bakalan jauhi dia selamanya hahaha” kata Sozo.
“Ih... kamu ini gak boleh ngomong gitu dong, kita kan orang baik-baik!” sahut Susan.
“Bener! Apalagi kita kan sahabat, emang iya kena HIV. Ada-ada aja kamu!” jawab Venny.
“Iya deh, gue minta maaf. Semoga tes besok lancar yah!” sahut Sozo kembali.
          Keesokan harinya, seluruh siswa berbaris untuk diambil darahnya. Terik panas matahari membanjiri keringat di tubuh siswa. Jam demi jam berlalu, tes HIV usai dan mereka pun diumumkan bahwa tes akan dibagikan pada esok hari, ia pun menyampaikannya kepada ibunya dan berkata :
“Bunda, tadi di sekolah ada tes HIVlah... Susan merasa sedikit sakit sih saat proses pengambilan darah.”
“Kee..ke...napa kamu gak bi...bi...lang sama bunda dulu?” jawab bunda terbata-bata.
“Iya bunda, karena kemarin bunda lagi pergi membeli obat ARV. Setelah bunda pulang Susan juga lupa bilang deh” ujar Susan.
“Seharusnya kamu gak perlu tes gituan! Sebaiknya kamu pergi ke kamar sekarang!” jawab bunda dengan suara tertegang dan Susan pun pergi ke kamarnya dengan wajah heran.
          Pagi hari yang gelap dengan sedikit rintik, Susan terbangun dari tidurnya dengan perasaan tak enak. Ia pun pergi ke sekolah seperti biasanya Susan diantar oleh ibunya. Sesampai dikelas, sahabatnya menatap heran kepada Susan sambil memegang surat hasil tes HIV miliknya dan memberikannya. Susan mengambilnya dan membacanya, beberapa detik kemudian air matanya mulai menetes dan suasana tetap tenang tanpa sepatah kata.
          Sesampai di rumah ia melihat ibunya sedang mencuci bajunya, lalu ia mebantingkan tasnya dan berkata sambil meneteskan rintisan tangisan :
“Kenapa bunda?! Apa yang bunda sembunyikan dariku?!”
“Ma...maafkan bunda nak.” Jawab bunda.
“Bunda tau, aku itu ODHA(Orang Dengan HIV AIDS), aku HIV positif!”
“Bunda sudah lama ingin memberitahumu , tapi kamu belum cukup dewasa untuk mengetahui hal ini, virus ini ditularkan oleh ayahmu yang telah tiada.”
Susan sempat bingung, saat dia akan dipeluk oleh ibunya. Ia mulai mencegahnya dan ia bergegas pergi ke kamarnya, ia menangis karena tahu ayahnya meninggalkan hal yang sangat buruk, dan menangis mengetahui takdirnya harus menjadi penderita HIV dan AIDS.
          Keesokan harinya ia mulai beranggapan bahwa ibunya telah tiada. Susan anak yang baik, pintar dan ramah. Akan tetapi, setelah mengetahui hal ini ia sangat berubah drastis karena tak terima takdirnya. Jadi ia mulai memasak sendiri, pergi sekolah sendiri dan pada saat ibunya hendak mengejarnya untuk mengantarkannya pergi ke sekolah, ia tak menghiraukannya, dia hanya menganggap itu hanyalah suara angin yang tidak tahu arah jalannya.
          Sesampai dia di kelas, tak biasanya ia disambut oleh sahabatnya, ia mulai merasa dikucilkan dari pergaulan karena mereka menatap sinis Susan. Ia menangis, ia sangat merasa sedih, ia semakin membenci  ibunya. Tiba-tiba ia dipeluk kedua sahabatnya, mereka pun ikut menangis.
“Kalian tidak takut padaku? Aku kena HIV positif! Dan Sozo bukannya kamu akan menjauhiku?”
Maafkan kami Susan, kami mengerti perasaanmu. Virus itu ditularkan bukan?” sahut Venny.
“Aku tarik kata-kataku Susan. Kemarin ibumu sudah menjelaskan ke pihak sekolah!” ujar Sozo.
“Suadhlah Susan, syukuri apa yang ada, maafkan ibumu, terimalah takdirmu!” tegas Venny.
“Aku bangga memiliki sahabat seperti kalian teman-temanku, akhirnya ada yang mengerti perasaanku.” ujar Susan sambil berpelukan.
          Ia mulai merenungkan tentang dirinya. Selama berjam-jam ia pun mendapat jawaban dari pertikaiannya, bahwa takdir tak akan berubah dan harus dijalankan. Takdir juga berdampak positif dan negatif bagi orang lain. Dan ia menyadari takdirnya, ia pun mulai berpikir untuk meminta maaf kepada ibunya.
          Hari demi hari berlalu, ia baru sesampai rumah melihat bunda sedang menyapu dan berkata :
“Maafkan aku ya Bunda! Aku tahu ini bukan salah bunda!” kataku sambil memeluk bunda.
“Iya nak, bunda mengerti perasaanmu!” jawab bunda sambil meneteskan serpihan air mata.
“Ini ada kue bolu untuk bunda, ya walaupun harganya tak seberapa sih untuk memulai hubungan kita dan mempererat hubungan kita yang baru bunda!” ujarku tersenyum.
“Terimakasih nak! Kamu semakin dewasa, bunda bangga punya anak seperti kamu.”
Mereka bertekad untuk tetap sehat dengan mengonsumsi obat ARV walaupun penyakit AIDS tersebut tidak dapat hilang.
          Susan berjanji akan selalu membahagiakan bunda, segala sesuatu yang terbaik untuk bunda pasti di lakukannya. (Event Mading PA//JansenXIPMS1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar